Kamis, 21 Februari 2013

Ada-Ada Saja (Sekedar Catatan)

Selasa (19/02) kemarin pukul 16.42 WIB ada sebuah sms masuk di inbox saya. Waktu itu saya sedang mengantar  seorang teman ke rental foto copy. Pesan itu dikirim oleh salah seorang satpam yang cukup dekat dengan saya. Isinya begini “Ris, aku mau tanya, kemarin kamu ikut mecahin kaca rektorat tidak?”. “Aku kemarin gak ikut aksi pak, La pripun?” balasku cepat. Selang beberapa saat terdengar suara pesan masuk “Ada pembantu rektor yang tanya”.

Ada-ada saja. Itulah respon pertama saya sewaktu menerima sms dari satpam tadi. Lucu bercampur tanda tanya memenuhi isi kepala. Karena sehari sebelumnya, dua wartawan dari SCTV dan MNC, keduanya sudah kenal saya sebelumnya, menanyakan tentang ‘aksi turunkan rektor’ (istilah yang mereka pakai sewaktu menghubungi saya). setelah bertanya kepada beberapa teman. Kubalas dengan pesan “Ini hubungi korlapnya saja mas” sambil mengirim nomor korlap aksi tersebut. 

Ini bukanlah pengalaman kali pertama. OPAK 2012 adalah contohnya. Dalam Opak yang pembukaan Orseniknya sempat gagal ini saya diberi mandat sebagai Kordinator Orsenik. Posisi yang tidak kalah beratnya dengan ketua Opak karena harus membawahi sembilan belas cabang lomba. 

Persoalan dalam Orsenik kali ini adalah waktu latihan di fakultas yang memakan waktu terlalu lama dan tersendatnya keuangan. Ditengah persoalan ini, dengan kakunya pihak rektorat memutuskan bahwa Orsenik hanya bisa dilaksanakan di hari libur, yaitu hari Sabtu dan Ahad. Padahal sebelumnya telah disepakati di rapat Opak bahwa pelaksanaan Orsenik adalah tanggal 17 dan 18 September, yaitu bertepatan dengan hari Senin dan Selasa.

Ditengah tidak adanya titik temu. Siswoyo, ketua Opak, mengambil inisiatif dengan melobi rektor berulangkali. Namun hasilnya tetap nihil. Sebagai upaya terakhir karena desakan atlit yang mulai kelelahan dan tiap Bem fakultas mengalami defisit. Siswoyo ditemani Anam dan Malik mendatangi rektor dan ‘berjanji’ bahwa Orsenik bakal dilaksanakan di hari libur. Pagi harinya melalui tanda tangan PR III dan ketua Opak akhirnya uang kegiatan Orsenik bisa dicairkan. Namun kemudian hari ‘Janji’ itu dianggap ‘bohong’ oleh pihak rektorat karena pembukaan Orsenik saja yang dilaksanakan di hari libur, Ahad. Sedangkan Orsenik rencananya tetap dilaksanakan di hari Senin dan Selasa.

Akibatnya, Ahad malam sejumlah satpam menelpon saya menyuruh segera ke pos satpam. “Maaf mas ini keputusan atasan. Kami hanya ikut perintah” dalih satpam. Karena paginya satpam berencana mengunci audit, Gor, dan tempat lainnya yang digunakan Orsenik. “Tapi pak ini bakal menyulut emosi mahasiswa yang telah berlatih hampir sebulan lebih” usahaku meyakinkan satpam. “Sekali lagi maaf mas, pahami posisi kami. Kami hanya bawahan yang menjalankan perintah”. Terpancar wajah ketakberdayaan di raut muka satpam tadi.

Mendengar kabar ini. Saya langsung mengadakan rapat darurat dengan mengumpulkan Presiden Dema, Ketua Opak, Beberapa ketua UKM dan beberapa kordinator cabang lomba Orsenik. Sampai jam menunjukkan pukul 02.20 belum ada tanda-tanda ditemukan solusi. Karena banyaknya cabang lomba yang bakal dihelat di Orsenik. Mencari alternatif tempat lain adalah hal yang sangat sulit. Ditengah pikiran yang mulai linglung, segera kutekan nomor Rektor dan PR III. Sampai jam menunjukkan pukul 3 pagi belum ada tanda-tanda jawaban telfon dari seberang sana.

Paginya, Jam menunjukkan pukul 7 pagi. Pagi yang berisi detik-detik penentuan. Dengan mata berat menahan kantuk. Dan bermodalkan cuci muka saja ku beranikan menghadap PR III seorang diri. Selang menunggu beberapa saat, PR III tiba dan mempersilahkan duduk. Sekali lagi kucoba meyakinkan PR III bahwa Orsenik tidak lagi bisa dibatalkan. Beliau bergeming dan mengajak menemui rektor di kantornya. Belum sempat bertemu rektor kami dihadang oleh PR I dan PR IV di ruang tunggu. 

Penjelasan sekali lagi saya lakukan dihadapan para pembantu rektor. Mereka tetap bergeming sesuai instruksi rektor. Disisi lain, berulangkali pesan masuk ke inbox saya dan mengatakan “Mas, Atlit dan massa rewo-rewo sudah pada datang”, “Sya dimana? Massa tidak lagi bisa dikendalikan”, “Kamu dimana? Satpam tidak lagi bisa mengawal”. Ditengah keadaan yang mendesak dan mulai genting ini. Saya tinggalkan para pembantu rektor dan mengatakan “maaf pak, ini saja yang dapat saya usahakan. Terima kasih”.

Beberapa saat kemudian saya segera sampai di kampus III. Waktu menujukkan pukul 09.25 WIB. Saya lihat beberapa mahasiswa mulai tidak sabar. Dengan jumlah mahasiswa yang cukup besar, berteriak, dan berkumpul di kampus III. Rasanya akan sulit mengendalikan mahasiswa. Kejadian yang tidak diharapkan terjadi juga. Pintu audit dan Gor terpaksa dibobol paksa oleh massa. Akhirnya, Orsenik dapat terselenggara pada hari itu.

Setelah Orsenik berjalan, ditengah sela-sela mengurusi kepanitiaan saya menghampiri beberapa satpam. Saya ucapkan permintaan maaf dan memohon pengertiannya. “Iya mas, kami memahami. Kalian dalam posisi sulit. Makanya kami tidak melawan mahasiswa. Nanti kami yang remuk”, ujar satpam tadi sambil diselingi candaan. “Jangan lupa gembok yang rusak diganti”. “Siap pak”. Jawabku tersenyum sambil pergi meninggalkan satpam.

Setelah Orsenik berlangsung dua hari. Perasaan lega menyelimuti. Beban tanggung jawab terasa plong dan rasanya ingin kembali beraktifitas secara normal. Meski ada beberapa hal yang belum terselesaikan hasil sisa dari Orsenik. Tetapi itu bukan hal yang cukup membingungkan. Sampai tiba waktu seorang teman datang “Ris, aku baru selesai sowan dari salah satu pembantu rektor. Beliau bilang kamu adalah dalang dibalik pendobrakan pintu audit dan Gor. Bakal ada sanksi”. Setelah usai mendengarnya. Kutinggal ia sendirian. Sambil menyusuri jalan ku kuputar lagu Going to Pasalacqua dari Green Day. “Ada-ada saja” batinku.. 

Well, I toss and turn all night/Thinking of your ways of effection/ But to find that it’s not different at all/I throw away my past mistakes/And contemplate my future/ Tha’s when I say../What they hey!

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar