Rabu, 07 Maret 2012

Meredupnya Forum Diskusi Mahasiswa

Kegiatan belajar merupakan hal terpenting bagi mahasiswa. Belajar berarti mencari tahu dan berusaha berpikir secara jernih. Belajar setidaknya dapat terwakili pada tiga kegiatan yaitu membaca, diskusi dan menulis. Diskusi pernah menjadi kegiatan belajar paling populer diantara kegiatan lainnya karena melibatkan interaksi sejumlah pendapat secara langsung. 

Diskusi juga menuntut peserta mempunyai banyak pengetahuan. Dan itu melibatkan kegiatan membaca. Diskusi juga dapat menjadi sumber inspirasi menulis karena wacana yang dibahas telah melewati sanggahan dan penguatan di forum diskusi.

Kelebihan diskusi itu ternyata kini tidak lagi membuat diskusi digemari. Forum diskusi mahasiswa dari hari ke hari menurun peminatnya. Bila dulu forum diskusi masih seringkali kita temui di tiap sudut kampus. Kini keadaan telah berubah. Mahasiswa lebih memilih berjalan-jalan dan berbelanja setiap usai kuliah. Gaya hidup flamboyan kini sebagai arus utama kehidupan mahasiswa. 

Akibatnya mahasiswa gagap menghadapi isu sosial terutama menyangkut kebijakan pemerintah. Kritisisme mahasiswa melemah tergerus ketidaktahuan. Padahal kritisisme dapat terbangun jika mahasiswa mempunyai cukup pengetahuan. kurangnya pengetahuan membuat mahasiswa kesulitan menganalisa sebuah persoalan atau sekedar menemukan adanya persoalan.

Faktor kemajuan teknologi juga kerap di kambing hitamkan pada persoalan ini. Teknologi mempunyai kemampuan menghapus jarak dan mamangkas waktu. Seperti jejaring sosial yang dapat menyambungkan anak manusia di berbagai belahan dunia untuk membahas suatu isu yang sedang menghangat. Forum diskusi konvensional yang memerlukan tatap muka dan interaksi langsung dianggap tidak lagi relevan di waktu sekarang. 

Menurut hemat penulis itu sudut pandang yang keliru. Komunitas diskusi dalam jejaring sosial bila diamati kesulitan menemukan titik fokus pada tiap analisa persoalan. Pernyataan-pernyataan yang tertuang disitu juga rentan menimbulkan salah persepsi karena tanpa menyertakan konteks yang jelas. Penulis menilai komunitas diskusi dalam jejaring sosial sekedar sebagai pra-wacana atau penghangat menuju forum diskusi bukan malah menghambat minat mahasiswa terhadap forum diskusi.

Pragmatisme Mahasiswa

Menurut hemat penulis penyebab utama merosotnya minat mahasiswa terhadap forum diskusi adalah pragmatisme mahasiswa. Pragmatisme adalah satu cara pandang yang menyebutkan sesuatu itu berguna bila bermanfaat secara langsung. Mahasiswa kini mulai menimbang kegunaan langsung dari forum diskusi. Diskusi sejauh ini tampak sebagai pembahasan yang jauh dari kehidupan keseharian. Diskusi juga dipandang tidak mampu memberi manfaat karena tiadanya keuntungan materil. Pergulatan intelektual sekedar memaksa mahasiswa berkutat pada persoalan yang melelahkan. 

Ini menyebabkan mahasiswa lebih memilih kegiatan yang menyenangkan daripada berdiskusi. Berjalan-jalan ketaman kota atau berbelanja ke mall adalah pilihan. Kegiatan tanpa berpikir lebih disukai daripada berkutat pada pembahasan yang membutukan pemikiran. Pragmatisme semacam ini telah merambah ke setiap kampus. Mahasiswa lebih tertarik membahas makanan, pakaian, dan trend terkini daripada membahas persoalan kampus atau bangsa.

Teori sebagai pisau analisa pembahasan di forum diskusi juga telah dipandang sebelah mata. Mahasiswa menuduh teori terlepas dari realitas dan tidak dapat menyelesaikan persoalan di lapangan. Pandangan itu menyebabkan mahasiswa enggan berpartisipasi dalam diskusi. Jika terdapat persoalan mahasiswa mengira bahwa tanpa teori pun mereka dapat menyelesaikan permasalahan. 

Itu cara berpikir yang keliru. Teori muncul bukan dari dunia hampa. Ia merupakan bagian pengamatan dari dunia nyata yang dilakukan oleh pakar. Tanpa teori kita akan kesulitan melakukan analisa. Kita juga akan mudah terjerumus kedua kali karena tidak belajar dari pengamatan orang lain yang telah terumuskan dalam teori.

Apatisme juga dampak dari pragmatisme mahasiswa. Kini mahasiswa kurang peduli pada perkembangan kampus dan bangsa ini. Kampus sebagai tempat menempuh pendidikan tidak lagi menjadi tempat yang perlu dikritisi kebijakannya. Birokrasi seolah telah menangani kampus dengan baik dan mahasiswa tidak perlu lagi terlibat dalam menentukan nasib kampus kedepan. 

Padahal sebagai agen perubahan mahasiswa seharusnya tanggap terhadap perkembangan lingkungan disekitarnya. Bila lingkup kampus saja telah dibiarkan dan tanpa kritik. Mahasiswa biasanya juga melupakan keadaan bangsa ini. Persoalan bangsa menjadi terlalu rumit untuk dibahas mahasiswa. 

Jika persoalan itu dibiarkan terus belarut gerakan mahasiswa akan lumpuh. Gerakan tanpa wawasan adalah kelumpuhan. Mari kita galakkan kembali forum diksusi di tiap sudut kampus. Setidaknya forum diskusi itu membincang nasib forum diskusi kedepan, bukan begitu?

*M. Risya Islami, Pegiat diskusi Laku Bijak Bajik (Labiba) IAIN Walisongo Semarang.