Senin, 10 Januari 2011

”Jalan Baru” Aksi Mahasiswa Yang Usang

Tulisan Hendra Sugiantoro berjudul ”“jalan Baru” Aksi Mahasiswa” (Suara Merdeka, 4/12) mencerahkan di sisi lain namun juga menyesatkan di sisi yag lain. Dalam tulisan tersebut Hendra mencoba menawarkan sebuah ”jalan baru” aksi mahasiswa yaitu dengan menggiatkan kembali tradisi intelektual. Sebetulnya wacana penggiatan kembali tradisi intelektual sama sekali bukan jalan baru bagi aksi mahasiswa namun telah menjadi bagian dari aksi mahasiswa yang berlangsung selama ini.
Dalam tulisan tersebut ada beberapa poin bahasan yang coba Hendra sampaikan terkait demonstrasi. Menjadi keperihatinan Hendra adalah mahasiswa lebih memilih untuk turun kejalan meski tidak memahami isu dan persoalan secara mendalam. Ini tidak bisa dibenarkan secara keseluruhan. Justru dengan turun kejalan mahasiswa dapat merasakan panasnya terik matahari seperti yang dirasakan rakyat dalam hidup keseharian. Itu memunculkan keperihatinan dari diri mahasiswa untuk tulus memperjuangkan rakyat. Intisari belajar dengan bertindak menjadi nilai tambah demonstrasi dibanding metode lain semisal karya tulis yang terkadang berisi teori besar namun kosong dalam tindakan.
Meski demikian penulis tidak bisa menafikan pentingnya memahami persoalan dan isu yang berkembang. Proses membaca, berdiskusi, dan menulis yang coba Hendra tawarkan justru termasuk dalam bagian demonstrasi. Demonstrasi tidak bisa di pahami dan direduksi menjadi gerakan turun kejalan saja. Sebelum demonstrasi pembahasan latar belakang aksi harus terlebih dahulu selesai. Kenapa harus demonstrasi? isu apa yang perlu digulirkan? Dan target apa yang perlu dicapai dalam demonstrasi? menjadi rentetan pembahasan yang tidak asing lagi sebelum turun kejalan.
Menulis juga turut andil dalam proses demonstrasi. Menulis dibutuhkan untuk membuat selembaran yang berisikan isu yang diangkat dan respon mahasiswa terhadap isu tersebut. Itu bermaksud menjembatani masyarakat atau wartawan yang tidak sempat mengikuti proses demonstrasi secara keseluruhan. Maka menjadi aneh bila demonstrasi dimaknai sekedar turun kejalan tanpa ada tradisi intelektual didalamnya.
Demonstrasi Masih Relevan Saat Ini
Harapan Hendra agar mahasiswa kembali menggalakkan tradisi intelektual patut untuk kita amini. Kegiatan menulis baik pada media massa cetak maupun media online juga patut diperhitungkan. Meski demikian timbul kegelisahan dalam diri Hendra karena antara mahasiswa yang bersedia menulis dengan kuantitas mahasiswa di kampus tidak sebanding. Itu menjadi wajar saat kita melihat gambaran besar kehidupan. Kelebihan dan kekurangan tercipta untuk saling melengkapi. Terpenting adalah mahasiswa yang merasa masih peduli terhadap nasib rakyat untuk tidak lelah menyuarkan pembebasan atas penindasan pemerintah selama ini.
Dan, saat kita mencoba melihat gerakan mahasiswa. Bisa dikatakan domonstrasi masih tetap relevan bagi mahasiswa sejauh ini. Gerakan mahasiswa terbukti mampu menggulingkan rezim diktator di berbagai belahan dunia. Sebut saja penggulingan rezim Perez Jimenez di Venezuela tahun 1958, Soekarno di Indonesia tahun 1966, Reza Pahlevi di Iran tahun 1979 dan Soeharto di Indonesia tahun 1998. Maka menjadi ironi bila mahasiswa harus dihadapkan antara dua pilihan yaitu tradisi intelektual atau demonstrasi yang sebetulnya saling melengkapi perjuangan mahasiswa.
Bila alasan kerusuhan yang belakangan terjadi adalah sebab tidak relevannya demonstrasi saat ini maka itu perlu dikaji kembali. Dalam berbagi diskusi yang penulis ikuti kebanyakan mahasiswa berpendapat kericuhan tidak lain kecuali soal pencitraan. Bad news is good news menjadi alasan media lebih tertarik meliput demonstrasi yang berujung ricuh dibanding demonstrasi yang berakhir damai. Kericuhan dalam demonstrasi juga tidak seharusnya digeneralisir pada seluruh aksi mahasiswa. Setiap mahasiswa di berbagai penjuru negeri mempunyai kecenderungan berbeda dalam berdemonstrasi, semisal demonstrasi di jawa lebih cenderung untuk banyak ber-orasi daripada demonstrasi yang berada di Makasar.
Maka tiada pilihan bagi mahasiswa untuk tetap menggalakkan demonstrasi. Demonstrasi tidak harus berujung ricuh karena simpati masyarakat hanya bisa didapat jika demonstrasi berjalan damai dan menarik. Juga Indonesia tidak lagi bisa menunggu teori besar dalam menara gading namun membutuhkan tindakan nyata dari mahasiswa sebagai garda terdepan perubahan guna terciptanya harapan bangsa yaitu bangsa yang gemah ripah loh jinawi tata tenterem kerta raharja. Waallahua’lam.