Rabu, 27 Juni 2012

Obrolan Kera Ideal


         Benar saja, pertemuan yang tidak kuharapkan akhirnya tiba juga. Abdul Jalil, teman berdebat di sejumlah diskusi, langsung bertanya ‘Ris, kira-kira calon ketua rayon tahun ini yang layak siapa?’. Sambil memesan es teh dan mengambil sebatang rokok di kantin kampus kujawab sekenanya ‘M. Husni Mushonnifin’, agar dia jengkel dan pergi. karena aku tahu dia tidak menginginkan jawaban itu, dan aku bisa kembali menikmati makan siangku dengan tenang.
‘Kita sepaham, ris!’, jawabnya cepat ‘kita membutuhkan sosok pemimpin yang berani tidak populer dikalangan publik’ sindirnya mengingatkanku pada pemerintahan Indonesia yang gemar melakukan politik pencitraan. Kuhisap dalam-dalam sebatang rokok yang daritadi kuabaikan dan ujung abunya mulai memanjang, ‘Apa kamu yakin?’ tanyaku sambil memerhatikan dia yang mulai sibuk mencari-cari selembar kertas dalam tasnya, ‘Nah, ini dia ketemu’.
            ‘Aku sudah melakukan sejumlah analisa’ jelasnya, ‘Aku sudah membuat daftar nama-nama yang layak terpilih tahun ini’ lanjutnya dengan gaya pengamat politik senior yang sering tampil di sejumlah televisi nasional. ‘Aku sudah mencoret nama-nama yang berasal dari daerah yang sama dari ketua rayon terpilih sebelumnya, Batang, Pati, Demak, dan Blora, karena ini terkesan membuat sebuah dinasti’.
            ‘Itu namanya diskriminasi, Lil’ jawabku hati-hati, salah-salah nasi yang sedang ku kunyah tersedak ditenggorokan. ‘masa’ kalo mau nyalon ketua rayon harus pindah kewarga daerahaan dulu, itu namanya tidak cerdas’. Ini mengingatkanku pada sejumlah perdebatan tentang pernah terpilihnya empat ketua rayon asal daerah Pati selama empat periode berturut-turut.
            ‘Ketua rayon ideal itu harus bisa memenuhi 7S!’, jawabku tak sabar karena hari ini makan siangku harus terganggu. ‘Dia harus bisa secerdas mas Suroso, seluas jaringannya mas Hadziq, sebijak mas Sigit, seakomodatif mas Rofiq, sevisioner mas Aidris, seambisius Rouf dan sekomunikatif Busro’, nyinyirku didepannya. Dia terdiam membolak-balik kertas dengan memegang sebuah pena. ‘Jadi harus seperti itu ya?’ tanyanya, ‘Iya!’ jawabku singkat tanpa menoleh.
             Setelah melahap sepiring penuh dan perut terasa keyang betul, aku lingak-linguk mencari Jalil yang tadi berada disampingku, dia telah pergi. Kudapati selembar kertas yang awalnya dia gunakan memuat nama-nama calon ketua rayon pilihannya. Ku bolak-balik kertas itu dan berisi: kosong.
                                
                                                   *M. Risya Islami, Pegiat diskusi Laku Bijak Bajik (Labiba) dan Srikandi