Senin, 05 Oktober 2009

Menulis Sebagai Budaya

Kegiatan menulis belum menjadi budaya dalam bangsa ini. Minimnya minat baca dan lemahnya daya beli masyarakat terhadap buku turut andil menjadikan sulitnya budaya akan menulis. Sebenarnya menulis bukan hal sulit untuk dilakukan karena menulis adalah wakil dari ucapan. Menulis juga mudah dilakukan jika tanpa beban seperti kita bercerita kepada teman. Ide untuk menulis pun bisa datang darimana saja. Bisa datang dari apa yang kita lihat dan kita dengar.
Seperti dijelaskan Habiburrahman El Shirazy (kompas, 2/10/2009), begitu kita menangkap ide, peganglah erat-erat. Tulislah segera ide itu, jangan sampai lepas dan hilang. Setelah itu kembangkan ide itu supaya jadi alur cerita. Caranya tanyakan pada diri sendiri seputar ide itu, dan diri sendiri pula yang menjawabnya. Setelah jadi alur cerita, hayati dan matangkan. Kalau sudah benar-benar yakin jalinan alurnya mantap, segera tulis alur detilnya tanpa beban seperti bercerita kepada teman di warung kopi.
Meski menulis bukan hal yang terlalu sulit untuk dilakukan, namun tetap saja sebagian mahasiswa cenderung menganggap kurang pentingnya budaya akan menulis. Menulis sekadar dijadikan kegiatan membuat laporan dan makalah. Mereka kebanyakan belum memahami pentingnya menulis bagi kehidupan mereka yang akan datang. Menulis tidak hanya kegiatan membuat artikel. Menulis juga mencakup seluruh kegiatan yang melibatkan pikiran dan hati sebagai komponen utamanya
Juga yang perlu diingat Menulis bukan sekedar pekerjaaan untuk ”menyibukkan tangan”, tetapi menulis juga bisa menjadi upaya mahasiswa dalam menyikapi realitas sosial yang ada. Seperti tumbangnya tirani rezim orde baru pada 21 Mei 1998 pun tak luput dari peran tulisan mahasiwa di media yang pada waktu itu mampu membakar semangat perjuangan mereka dalam melakukan perlawanan.
Terlebih lagi sekarang banyak media cetak yang memberikan mahasiswa ruang menulis untuk mengeksplor pemikiran mereka ataupun sekedar tanggapan terhadap isu yang sedang berkembang seperti Forum & Akademia (Kompas Jateng), Prokon Aktivis (Jawa Pos, Surabaya), Debat (Suara Merdeka, Semarang), Masalah Kita dan Universitaria (Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta).
Mahasiswa Sebagai Garda Terdepan
Mahasiswa sebagai agent of social change kini saatnya menjadi garda terdepan pengawal perubahan dalam membumikan budaya menulis. Budaya menulis perlu ditanamkan dalam berkehidupan masyarakat khususnya mahasiswa. Seperti kata Mahatma Gandhi, jadilah awal perubahan yang paling ingin kamu saksikan di dunia ini. Dalam menulis pun tak harus bagus menurut pendapat orang lain tapi yang terpenting mampu mewakili apa yang ada dalam perasaan maupun pikiran kita seperti menulis puisi tak harus romantis namun bisa mewakili kegundahan perasaan kita.
Meskipun demikian menulis bukan untuk penulis tapi untuk pembaca. Menulis dengan menggunakan bahasa yang padat dan komunikatif lebih dapat diterima daripada tulisan dengan menggunakan bahasa yang bertele-tele dan akhirnya akan membuat pembaca jenuh. Mulai dari kita sendiri mahasiswa lalu kembangkan dalam masyarakat. Penulis optimis menulis lambat laun akan menjadi budaya kita.
Jepang adalah pengalaman terbaik. Pasca dibombardirnya Hirosima dan Nagasaki. Jepang yang diperkirakan oleh banyak pengamat baru bisa bangkit dalam kurun lima puluh tahun bisa bangkit kembali hanya dalam dalam waktu sepuluh tahun. Tingginya budaya membaca masyarakat jepang dan intensnya perhatian pemerintah terhadap pendidikan turut mendorong terciptanya masyarakat kreatif dan inovatif. Seterusnya muncullah budaya menulis sebagai manifestasi budaya membaca. Lewat tulisan-tulisan tersebut masyarakat menjadi cerdas. Seperti yang kita lihat sekarang ini Jepang telah kembali menunjukkan eksistensinya sebagai bangsa yang besar
Jika kita amati lagi bangsa Indonesia juga berpontensi menjadi negara yang besar karena memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah namun bila tanpa dibarengi Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas kita akan menjadi bangsa yang masyarakatnya ”kelapran di limbung padi” karena tak mampu mengeksplorasi alam dengan baik. Disinilah peran mahasiswa untuk ikut aktif berperan serta dalam membangun bangsa ini dengan menjadikan menulis sebagai budaya. Tanpa menulis masyarakat akan malas membaca dan tanpa membaca masyarakat akan menjadi bodoh dan kebodohan adalah awal dari kehancuran
Akhirnya demi terciptanya bangsa Indonesia yang gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja mari kita jadikan menulis sebagai budaya.