Selasa, 31 Januari 2012

Sistem Demokrasi Pemerintahan Mahasiswa



Akhir bulan kemarin IAIN Walisongo melangsungkan pemilihan umum mahasiswa (Pemilwa). Pada pesta demokrasi tersebut mahasiswa berhak memilih dan dipilih dengan cara diusung oleh partai mahasiswa. Selain hadir partai mahasiswa di IAIN Walisongo telah berdiri juga lembaga eksekutif dan legislatif mahasiswa. Seolah menganut sistem trias politica minus lembaga yudikatif kampus menjelma sebagai miniatur negara.


            Perdebatan tentang sistem terbaik bagi tata pemerintahan ideal telah berlangsung sejak lama. Berawal dari Athena yang memperaktekkan demokrasi dalam bentuk negara-kota telah menumbalkan Socrates. Dia dituduh tidak percaya pada dewa dan meracuni otak para pemuda di zamannya. Demokrasi Athena waktu itu bukan tidak menghargai pendapat wargannya tetapi hampir keseluruhan warga yang didominasi kaum sofis sepakat bahwa Socrates bersalah. Setelah berdebat Socrates rela dihukum mati demi mempertahankan kebenaran yang diyakininya dengan meminum racun. Athena kehilangan anak terbaiknya, filsuf terbijak dimasanya dan sistem demokrasi turut andil menyebabkan kejadian tersebut.
              Kecewa dengan sistem demokrasi Plato ,murid Socrates, mengusulkan sistem baru dalam karyanya Politeia yaitu tata pemerintahan yang dipimpin oleh segelintir orang yang mumpuni dalam bidang kepemimpinan. Ibarat seseorang sedang sakit dia tidak akan menyerahkan urusannya pada sembarang orang tetapi menyerahkan pengobatan penyakitnya kepada seorang dokter. Dalam sistem itu Plato mengandaikan bahwa sebuah negara seharusnya dipimpin oleh seorang raja yang bijaksana atau seorang bijak yang menjadi raja. Namun pendapat Plato tersebut perlahan-lahan berbenturan dengan kenyataan dilapangan. Kekuasaan tinggi dengan tiadanya pengawasan tidak menghasilkan pemimpin yang ideal justru sebaliknya melahirkan penguasa yang tiran dan menyimpang. Seperti ditegaskan oleh Lord Acton bahwa kekuasaan mempunyai kecenderungan menyimpang (power tends to corrupt, absolut power corrupts absolutly).
Demokrasi ala Mahasiswa
            Belajar dari perdebatan sistem negara ideal diatas pemerintahan mahasiswa (student goverment) membentuk sejarah pemerintahannya sendiri. Dengan mengacu kepada sistem pemerintahan di Indonesia, Pemerintahan mahasiswa sempat beberapa kali mengganti sistem pemerintahan. Tercatat pemerintahan mahasiswa pernah menggunakan sistem parlementer dalam memilih pimpinan lembaga eksekutif melalui Pemilu raya (Pemira). Menggunakan sistem presidensil melalui Musyawarah Mahasiswa Jurusan (Musmaju) yaitu pemilih berangkat dari asal jurusan atau fakultasnya masing-masing. Dan Terakhir adalah sistem presidensil melalui Pemilu mahasiswa (Pemilwa) yang dimana tiap calon pimpinan lembaga baik eksekutif maupun legislatif harus diusung oleh partai mahasiswa.
            Pada pemilwa di IAIN Walisongo kemarin partai mahasiswa yang ikut berkompetisi adalah partai pembaruan mahasiswa (PPM), partai mahasiswa demokrat (PMD), partai insan cita (PIC), partai kebangkitan mahasiswa (PKM), partai amanat mahasiswa (PAM) dan partai Nurani. Mereka merebutkan jabatan strategis di lembaga eksekutif meliputi presiden dan wakil presiden dewan eksekutif mahasiswa (DEMA) IAIN Walisongo, presiden badan eksekutif mahasiswa fakultas (Bemf), dan ketua himpunan mahasiswa Jurusan (HMJ). Sedangkan wilayah lembaga legislatif yakni merebutkan kursi Senat Mahasiswa Institut (SMI) dan Senat Mahasiswa Fakultas (SMF)
Bila melihat banyaknya jumlah partai dan rentetan jabatan yang diperebutkan dalam pemilwa diatas tentu siapapun akan sepakat bahwa kampus telah melaksanakan demokratisasi. instansi demokrasi telah terbangun kokoh disitu dan pesta demokrasi baru saja usai digelar dengan meriah. Meski demikian kultur demokrasi terkadang tidak hadir bersamaan dengan berdirinya instansi demokrasi. Bila demokrasi dimaknai dengan berdirinya partai mahasiswa, pemerintahan mahasiswa, dan pemilwa maka demokrasi sekedar regulasi atau sering kita sebut sebagai demokrasi prosedural. Nilai dan kultur demokrasi justru seharusnya lebih penting dari instansi demokrasi. Mengakui hak dari mahasiswa minoritas, menghargai perbedaan organisasi ekstra mahasiswa, memperjuangkan beasiswa bagi mahasiswa miskin dan mengawal kebijakan birokrasi adalah beberapa kultur yang harus ada dalam sistem demokrasi pemerintahan mahasiswa.
Berawal Dari No Money Politic
            Membangun kultur demokrasi memang lebih sulit daripada membagun instansi demokrasi. Indonesia sejak lama telah memperaktekkan demokrasi meski sejauh ini terhenti pada tataran prosedural saja. Pemilihan umum yang berlandaskan asas kejujuran, keadilan luas, umum, bebas dan rahasia belum juga menghasilkan negarawan. Sebaliknya koruptor berkembang pesat bak jamur dimusim hujan. Pentingnya mahasiswa belajar tata pemerintahan sejak dikampus adalah disini. Selain kampus sebagai miniatur negara mahasiswa diberi bekal pengetahuan untuk dapat membangun intansi demokrasi sekaligus kultur berdemokrasi yang utuh. Kultur demokrasi hanya dapat dibangun bila mahasiswa mempunyai kesadaran akan perlunya sistem demokrasi, mengetahui tujuan dari demokrasi, dan mematuhi aturan yang telah disepakati bersama. Perlahan mahasiswa belajar menjadi masyarakat madani yang akan memperkokoh kultur demokrasi.
            Sedangkan menurut hemat penulis perusak dini dari kultur demokrasi adalah politik uang. Bila demokrasi diawali dengan politik uang sejak tahap pencalonan maka akan berdampak kepada kepemimpinan kedepan yang hanya berorientasi pada uang belaka (money oriented) sehingga menimbulkan kemelaratan bagi rakyat. Korupsi merajalela adalah dampak dari hasrat penguasa terpilih untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan pada waktu pemilu. Pemerintahan tak tegas dan tebang pilih juga akibat dari penguasa yang telah tersandera oleh pemodal yang memenangkannya dalam pemilu. Imbasnya tak kalah pelik rakyat terkontaminasi pikiran pragmatis untuk memilih sang pemberi uang karena saking putus asanya menunggu pemimpin yang mampu membawa rakyat kepada kesejahteraan.
            Mahasiswa bisa merubah itu sejak dalam kampus. Mahasiswa tak akan ada uang dan tidak membutuhkan uang untuk pemenangannya dalam pemilwa. Kontestasi sehat akan lahir dari visi misi dan idealitas mahasiswa dalam membangun pemerintahan mahasiswa. Hebatnya mahasiswa bisa tegas pada kebijakan birokrasi kampus ditengah melempemnya pemerintah Indonesia menghadapi elit partai korup. Yah, sekarang sudah saatnya politisi kembali belajar kepada mahasiswa dan bukan mahasiswa yang belajar menjadi seorang politisi.
*M. Risya Islami, Menteri Sosial dan Politik     (Mensospol) DEMA IAIN Walisongo Semarang.