Kamis, 09 Mei 2013

Dibalik Senyum


Adalah senyum yang mampu menaklukkan mata setiap lelaki. Ia adalah telaga bagi musafir cinta. Tak perlu sebab untuk menjelaskan pesonanya. 

Namanya Sinta. Perempuan berkulit kuning langsat dari daerah sejuk pegunungan pantai utara. Ia memiliki paras cantik bak bidadari. Ia adalah primadona desa yang mengundang decak kagum mata lelaki. 

Kecantikannya adalah anugrah dari tuhan. Namun garis kehidupannya adalah misteri tuhan. Ia lahir dari keluarga miskin. Sejak kecil ia telah ditinggal mati oleh ayahnya. Ibunya membesarkannya seorang diri. Beruntungnya, Sinta bukan gadis manja. Ia kerap membantu ibunya menjahit pakaian. Dari penghasilan menjahit, ia dan ibunya menyambung hidup sehari-hari.

Di awal perjalanan hidupnya, Ia kerap dinaungi keberuntungan. Seorang pemuda berpendidikan jatuh hati padanya. Bak gayung bersambut. Sinta juga jatuh hati pada pemuda itu. Pemuda ini bukan seorang yang kaya raya. Namun ia membawa cinta dan kedewasaan. Orang tua Sinta juga menyambut baik pinangan pemuda ini. Tak lama berselang mereka menuju ke pelaminan. Hati para lelaki melihat iri keindahan mahligai rumah tangga yang sedang mereka ikrarkan.

Berbekal pendidikan dan keuletan. Suami Sinta dengan mudah membangun sebuah usaha. Sejumlah deret toko perhiasan berhasil ia dirikan. Hidup berangsur berubah. Sinta dan keluarga menjalani kehidupan serba berkecukupan. Keindahan sebuah keluarga semakin sempurna karena Sinta dianugrahi seorang putri yang cantik.

Garis kehidupan adalah misteri tuhan. Ditengah hidup yang begitu indah dan sempurna. Sang suami divonis dokter terserang penyakit Alzhaimer. Sebuah penyakit yang menyerang saraf memori otak. Penyakit ini masih tergolong langka di Indonesia. Berbagai upaya ditempuh Sinta agar suami dapat sembuh.

Sejumlah pengobatan telah dilakukan. Namun kesembuhan suami belum juga kunjung tiba. Sejumlah kekayaan keluarga mulai terjual. Sederet toko perhiasan mulai terjual satu-persatu. Namun ini tidak menyurutkan langkah Sinta sedikitpun. Sinta memutuskan menjual toko perhiasan terakhir agar suami dapat berobat ke luar negeri. 

Namun nasib siapa yang tahu. Sewaktu operasi berjalan, sang suami menghembuskan nafas terakhir. Kabar kepergian suami ibarat badai di siang hari. Ia tak kuasa menahan tangis air mata. Tatapan matanya mulai redup dan berwarna abu-abu. Sinta jatuh pingsan.

Kini, Sinta tidak lagi memiliki apa-apa. Ia telah kehilangan kasih sayang dan harta benda miliknya. Namun ia tetap bersyukur memiliki seorang puteri yang cantik. Dan seorang ibu yang masih setia mendampinginya. 

Namun rupanya kepahitan hidup belum mau menjauhinya. Ibunya mulai merasa nyeri di payudara. Setelah diperiksakan kepada dokter. Ibu Sinta terkena kanker ganas di payudara. Sinta begitu terpukul mendengar kabar ini. Ia masih ingat betul bagaimana maut merenggut nyawa suaminya. Kali ini dia tidak ingin kehilangan orang yang dicintainya lagi, ibunya.

Berdasarkan keterangan dari dokter. Kanker ganas yang menyerang ibunya masih memungkinkan untuk sembuh. Asal ibu Sinta segera dioperasi. Sedangkan operasi membutuhkan dana yang tidak sedikit. Disisi lain Sinta telah menghabiskan seluruh hartanya untuk pengobatan suami. 

Ditengah situasi sulit. Sinta seolah tidak memiliki tempat bersandar. Ia tidak tahu harus meminjam uang kepada siapa. Paijo, teman sewaktu SD yang pernah ia tolak cintanya datang menawarinya sebuah pinjaman. Paijo bersedia meminjamkan uang dengan satu syarat. Bahwa Sinta harus menekan kontrak pekerjaan dengan Paijo. Tanpa berpikir panjang Sinta menandatangani kontrak pekerjaan tersebut tanpa sempat melihat isi kontrak sebelumnya.

Operasi orang tuanya akhirnya berjalan lancar. Tumor payudara ibunya berhasil diangkat. Paijo kembali menemui Sinta menagih janji. Paijo meminta Sinta agar segera bekerja dengannya. Sinta pun menyanggupi permintaan Paijo. Namun Sinta masih kebingungan terkait pekerjaan apa yang harus dilakukannya.

Betapa kagetnya Sinta sewaktu mendengar dari paijo bahwa dia harus bekerja sebagai wanita pekerja seksual (WPS). Ternyata selama ini Paijo sukses dari bisnis yang mengeksploitasi tubuh wanita ini di kota seberang. Sekuat tenaga Sinta berusaha menolak pekerjaan ini. Namun Paijo mengancam bakal memidanakan Sinta karena telah menekan kontrak. Kontan Sinta merasa ketakutan akan ancaman Paijo. Malam itu Sinta terpaksa merelakan tubuhnya di nikmati Paijo, seorang yang kini paling ia benci di dunia.

Dalam perjalanan waktu, Sinta merasa menderita melalui pekerjaan ini. Pekerjaan yang tidak pernah ia bayangkan sedikitpun akan dilaluinya. Didepan ibu dan anaknya ketika ia pergi beberapa hari dan jarang pulang. Ia beralasan sedang menjalankan bisnis garmen di kota seberang. Ia merasa sakit harus berbohong kepada buah hati dan ibunya. Namun bagaimanapun ia membutuhkan sesuap nasi ditengah kondisi ibunya yang semakin melemah dan puterinya yang kian tumbuh untuk bertahan hidup.

Menjelang tidur ia kerapkali merenungi gelapnya jalan hidup yang telah ia jalani. Ia tidak berani bertanya kepada agamawan tentang jalan yang telah ia pilih. Ia khawatir akan menabrak tembok kekakuan hukum agama. Ia pun tak berani protes terhadap pemerintah. Karena laporan-laporan pemerintah menyatakan indeks ekonomi negeri ini sedang naik.

Lalu diam adalah pilihan terbaik baginya saat ini. Santi mulai membiasakan diri menerima ejekan dan makian atas pekerjaan ini. Toh, ini karena orang-orang itu tidak tahu saja, pikirnya sederhana. 

Dan senyum Santi yang kembali mampu menaklukkan mata setiap lelaki. Ia adalah telaga bagi musafir cinta. Tak perlu sebab untuk menjelaskan pesonanya.

Kliwonan, Ngaliyan
Pukul 02.00 pagi, 09 Mei 2013
sambil ditemani lagu ‘Bebas Merdeka’ dari Steven n’ Coconut trees.
Terinspirasi dari sebuah kisah dari WPS di Resosialisasi Argorejo


Tidak ada komentar:

Posting Komentar